100 Hari Kerja Pemimpin Baru Tasikmalaya: Antara Janji, Tantangan, dan Kenyataan

0

Penulis : Dykasakti Azhar Nytotama – Mahasiswa Unigal Fakultas Hukum

Refleksi Tata Kelola dan Pembangunan Kota dalam Bingkai Good Governance

Kota Tasikmalaya masih tergolong sebagai kota yang relatif muda. Meski demikian, pengelolaan kota ini memerlukan perencanaan yang matang, sistematis, terukur, dan partisipatif. Untuk mengukur keberhasilan pemerintahan, salah satu tolok ukurnya adalah penerapan prinsip good governance, yaitu tata kelola pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan partisipatif, serta bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Pemerintah daerah juga memiliki kewenangan besar dalam mengelola daerahnya berdasarkan prinsip desentralisasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Maka, evaluasi terhadap 100 hari kerja Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tasikmalaya menjadi penting sebagai refleksi awal atas capaian dan arah kebijakan pembangunan kota ini.

1. Permasalahan Tata Kelola Pemerintahan

a. Jabatan Pelaksana Tugas (Plt) yang Terlalu Lama

Berdasarkan laporan media lokal (Tasik.id), terdapat setidaknya 7 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang masih diisi oleh pejabat Plt, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Bappelitbangda, hingga Inspektorat. Jabatan Plt yang terlalu lama berpotensi menimbulkan:

Ketimpangan dalam pengambilan keputusan,

Lemahnya akuntabilitas,

Terhambatnya pelayanan publik.

Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2022, jabatan Plt seharusnya bersifat sementara dan tidak lebih dari 6 bulan. Kondisi ini menunjukkan perlunya percepatan seleksi dan pengangkatan pejabat definitif demi efektivitas birokrasi.

b. Kurangnya Sinergi Antar-OPD

Penerapan program seperti Tasik Pintar idealnya melibatkan kolaborasi antara Dinas Pendidikan dan Dinas Perpustakaan. Namun, koordinasi antar-OPD masih lemah. Padahal, Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti menekankan pentingnya sinergi antar pihak untuk mendorong budaya literasi.

Ketidakharmonisan antar lembaga menyebabkan visi besar pemerintah tidak terwujud maksimal karena masing-masing berjalan sendiri tanpa integrasi.

2. Masalah Konseptual dalam Pembangunan

a. Kesenjangan Antara

Program Tasik Pintar saat ini lebih menekankan pada kegiatan seperti Sekolah Rakyat, padahal data dari Open Data Kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa angka harapan sekolah masih rendah (9,5 tahun). Seharusnya program difokuskan pada:

Program dan Kebutuhan Masyarakat

○Pemerataan pendidikan,

○Peningkatan angka partisipasi sekolah,

○Penguatan infrastruktur dan akses pendidikan, terutama di daerah pinggiran.

Selain itu, program GEMAS (Gerakan Anak dan Emak Makan Sehat) dinilai kurang menyentuh akar masalah. Alih-alih hanya memberi bantuan makanan, perlu intervensi berbasis gizi, data stunting, dan akses pangan.

b. Ketiadaan Roadmap Pembangunan Berkelanjutan

Hingga saat ini belum terlihat adanya peta jalan (roadmap) yang jelas terkait pembangunan berkelanjutan. Banyak program pemerintah masih bersifat populis dan sporadis, tanpa perencanaan jangka panjang yang berbasis kajian.

Padahal, konsep sustainable development mengharuskan setiap kebijakan mempertimbangkan tiga aspek utama:

1. Ekonomi → pertumbuhan inklusif dan merata,

2. Lingkungan → pengelolaan sampah, pemantauan industri, dan pemenuhan RTH minimal 30% sesuai amanat UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

3. Sosial → keadilan sosial dan keterlibatan masyarakat.

Krisis lingkungan di Kota Tasikmalaya juga menjadi sorotan. Masalah pengelolaan sampah, terbatasnya Ruang Terbuka Hijau (RTH), dan keterbatasan infrastruktur dasar seperti Penerangan Jalan Umum (PJU) terutama di pusat kota, masih menjadi pekerjaan rumah besar.

Penutup dan Rekomendasi

Momen 100 hari kerja seharusnya menjadi cerminan arah kebijakan pemerintah ke depan. Beberapa hal yang perlu segera ditindaklanjuti adalah:

○Penataan birokrasi dengan pengangkatan pejabat definitif,

○Penguatan koordinasi antar-OPD,

○Penyusunan roadmap pembangunan berkelanjutan yang berbasis data dan partisipatif,

○Prioritas terhadap isu-isu strategis seperti pendidikan, lingkungan, dan kesehatan masyarakat.

Pemerintah kota perlu berani berpindah dari pendekatan seremonial dan populis menuju tata kelola berbasis data, hukum, dan kebutuhan nyata masyarakat. Semua itu adalah cerminan dari komitmen terhadap prinsip good governance yang sesungguhnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!