Berita Tasikmalaya, tasik.id – Di balik citra Kota Santri yang religius dan sejuk, tersimpan kenyataan getir: masih banyak perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan.
Sepanjang tahun 2025, tercatat 180 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Tasikmalaya. Data tersebut dirilis oleh Dinas PPKBP3A (Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak).
Angka itu bukan sekadar statistik. Di balik setiap kasus, tersimpan cerita luka, air mata, dan ketakutan yang belum sepenuhnya hilang.
“Setiap laporan yang masuk bukan sekadar berkas, tapi ada jiwa yang butuh pertolongan,” tutur Heni Handini, M.Pd, Ketua Forum Puspa Kota Tasikmalaya, dengan nada lirih namun tegas.
Kekerasan Masih Menghantui Rumah Tangga
Sebagian besar kasus di Tasikmalaya melibatkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan seksual, hingga penelantaran anak. Kekerasan ini tidak hanya meninggalkan luka fisik, tapi juga trauma psikologis mendalam yang kerap luput dari perhatian.
Menurut data KemenPPPA melalui SIMFONI PPA, lebih dari 23 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi secara nasional sepanjang 2024. Artinya, setiap dua jam, ada satu perempuan atau anak yang menjadi korban.
“Angka itu bisa jauh lebih besar, karena banyak korban yang memilih diam. Mereka takut, malu, dan secara ekonomi tergantung pada pelaku,” tambah Heni.
Forum Puspa Bergerak: Bentuk Paralegal untuk Damping Korban
Melihat situasi ini, Forum Puspa Tasikmalaya tak tinggal diam. Forum yang berisi tokoh masyarakat, akademisi, dan aktivis sosial ini menggelar Workshop Paralegal Perlindungan Anak dan Perempuan di Gedung Galih Pawestri, Rabu (29/10/2025).
Sebanyak 64 anggota dilatih menjadi paralegal — relawan terlatih yang memahami dasar hukum, hak-hak korban, dan prosedur pelaporan kekerasan.
“Kami ingin perempuan punya akses keadilan yang sama. Paralegal akan jadi jembatan pertama antara korban dan lembaga hukum,”jelas Heni.
Kota Tasikmalaya Belum Punya Rumah Aman
Namun perjuangan mereka masih terbentur realita pahit. Hingga kini, Kota Tasikmalaya belum memiliki Rumah Aman — tempat perlindungan sementara bagi korban kekerasan.
“Banyak korban tidak bisa pulang karena pelaku masih di rumah. Tapi mereka juga tidak tahu harus tinggal di mana,” ungkap Heni.
Sementara untuk layanan psikologis, hanya ada satu rumah sakit swasta di Tasikmalaya yang memiliki poli jiwa. Biaya yang masih relatif tinggi menjadi kendala bagi banyak korban.
Pemkot Siapkan Ruang Aman di RS Dewi Sartika
Kabar baik datang dari Kepala Dinas PPKBP3A Kota Tasikmalaya, H. Imin Muhaemin. Ia memastikan pemerintah tengah menyiapkan ruang aman di RS Dewi Sartika sebagai solusi sementara sebelum rumah aman permanen dibangun.
















Comment