“Mari kita bijak bermedia sosial. Jangan sampaikan pendapat tanpa dasar ilmu, karena bisa menyesatkan dan menimbulkan kegaduhan. Saya bangga menjadi santri dan akan terus mengabdi untuk negeri,” tutupnya.
Kutipan Media yang Viral Soal “Santri Feodalisme”
Kasus ini mencuat setelah beberapa media nasional turut menyoroti tayangan tersebut:
Jawa Pos melalui jaringan Solobalapan.com melaporkan bahwa tayangan di Trans7 menampilkan santri mencium tangan kiai sambil berjalan jongkok. Tayangan itu kemudian dikritik oleh Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal) karena dianggap membingkai penghormatan santri sebagai bentuk penindasan dan feodalisme.
Kumparan menulis artikel berjudul “Saat Adab Pesantren Dituduh Feodalisme”, yang menyebut tudingan itu tidak berdasar karena adab pesantren justru mengajarkan cinta dan hormat, bukan ketakutan atau ketundukan membabi buta.
Di media sosial, potongan video tayangan tersebut viral di Instagram dan TikTok, menampilkan narasi “santri perbudakan modern”. Yang kemudian ramai-ramai ditolak oleh masyarakat pesantren dan netizen karena dianggap melecehkan nilai-nilai keislaman.
Santri Tetap Santun, Pesantren Tetap Jadi Benteng Moral
Gelombang penolakan dari berbagai kalangan santri di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa pesantren masih menjadi lembaga pendidikan moral dan akhlak yang kuat di tengah era modernisasi.
Kang Hilman menegaskan bahwa para santri harus tetap santun dan tegas dalam menyuarakan kebenaran.
“Santri akan tetap santun, tapi tidak diam. Kita akan jaga marwah pesantren dan kiai. Karena dari pesantrenlah lahir pejuang-pejuang negeri ini,” pungkasnya.(iqbal)
Comment