“Dari hasil kalkulasi kami, kerugian daerah akibat praktik ini mencapai Rp6.974.000.000 sejak Perbup tersebut ditetapkan pada 5 Januari 2024. Ini bukan sekadar kelalaian administratif, tapi dugaan penyalahgunaan wewenang yang mencederai akal sehat publik,” tegas Alan.
Berpotensi Penuhi Unsur Tindak Pidana Korupsi
Menurut FMDT, praktik ini melanggar asas efisiensi dan akuntabilitas keuangan daerah sebagaimana diatur dalam PP No. 12 Tahun 2019. Lebih jauh, hal itu juga berpotensi memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Pejabat yang menerima dua fasilitas publik dengan fungsi serupa — uang transportasi dan kendaraan dinas — pada hakikatnya memperkaya diri sendiri dengan melawan hukum. Ini abuse of power yang tak bisa dibiarkan,” lanjut Alan.
Desak Audit dan Penegakan Hukum
Dalam laporan yang disampaikan ke Kejaksaan Negeri Tasikmalaya, FMDT meminta agar dilakukan langkah tegas:
– Audit investigatif menyeluruh dalam pelaksanaan Perbup No. 5 Tahun 2024.
Pemanggilan dan pemeriksaan kepada pejabat penerima fasilitas ganda.
– Pengembalian seluruh dana ke kas daerah.
– Penegakan hukum pidana korupsi jika ditemukan unsur kesengajaan.
Mahasiswa Kawal Integritas Daerah
FMDT menegaskan, laporan ini adalah bentuk partisipasi aktif mahasiswa dalam mengawal integritas keuangan publik.
“Sebagai anak muda yang mencintai daerahnya, kami melaporkan dugaan ini demi memastikan keuangan daerah dikelola dengan integritas,” tutup Alan.
















Comment