FKKS Jabar Sebut Sekolah Swasta Sepi Peminat. Disdik Jabar Dituntut Cari Solusi

Berita Tasikmalaya, tasik.id – Setelah berakhirnya Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahap 1 tanggal 19 Juni 2025 belum ditemukan adanya kecurangan.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Forum Kepala Sekolah SMA Swasta Jawa Barat (FKSS JABAR) Ade D. Hendriana melalui siaran pers yang diterima redaksi tasik.id, senin kemarin (23/6/2025).
Namun,Ade menuturkan sejumlah sekolah swasta di Jawa Barat minim peminat persoalan menahun ini belum ada solusinya. Satuan pendidikan yang sepi peminat ini harus menjadi perhatian dari pemerintah.
“Meskipun sekolah swasta menerima siswa lebih awal, nyatanya tetap saja sepi dan akhirnya tutup beroperasi. Penyebabnya yakni Masyarakat lebih memilih sekolah negeri dalam SPMB. Adanya kuota khusus domisili bagi kecamatan yang tidak memiliki SMAN ada 185 sekolah dan Kecamatan yang padat penduduk ada 31 sekolah dengan jumlah keseluruhan ada 216 Sekolah.” Kata Ade.
Lalu, Adanya RKB 776, Rehab 207, Unit Sekolah Baru 16 dan DAK dari Pemerintah Pusat. Hal itu menjadi dasar adanya kuota khusus menurut Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat adalah Permendikbudristek No. 47 Tahun 2023 tentang standar pengelolaan pendidikan pasal 8 ayat 4 huruf f (pengecualian) dan Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Nomor 071/H/M/2024.
Memang diperbolehkan, Jelas Ade, menambah kuota peserta didik menurut Permendibud ristek No 47 Tahun 2023 Pasal 8 ayat 4 huruf f tapi harus diperhatikan juga pasal 8 ayat 6 huruf b yaitu ketersedian sarana prasarana. Ke 216 sekolah tersebut Dapodiknya akan merah overload karena maksimal 12 rombel dengan jumlah 432 siswa.
“Sedangkan 216 sekolah itu masing-masing kuotanya 504 siswa dan harus memperhatikan kenyaman siswa dalam proses belajar mengajar serta memperhatikan masa depan siswa.” Ujarnya.
Kebijakan Dinas Pendidikan harus Menyentuh Sekolah Swasta
Terutama bagi sekolah negeri yang menerima siswa melebih kapasitas ruangan yang ada. Sebab bila jumlah rombelnya over load (melebihi kapasitas). Maka berpotensi menjadikan situasi belajar yang tidak kondusif dan sulit melakukan evaluasi yang komprehensif.
Ade pun menyarankan kebijakan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat harus menyentuh sekolah swasta. Perlu membuat kebijakan yang spesifik untuk memantau jumlah siswa yang masuk setiap sekolah.
“Jangan sampai overload, minim fasilitas, dan minim guru sehingga akan berdampak pada kualitas sekolah. Perlu melakukan analisis potensi siswa yang akan masuk setiap wilayah. Jumlah siswa itu dibagi dengan ketersediaan sekolah yang ada agar bisa membuat pemetaan ketersediaan sekolah dan tidak menumpuk pada sekolah negeri saja.” Jelasnya
Kemudian, dilaksanakan sesuai juknis SPMB. Tidak ada lagi sistem-sistem yang lain seperti memaksakan penambahan rombel di sekolah negeri.
Alih alih Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mendorong agar sekolah swasta untuk kompetitif agar bisa bersaing dengan sekolah lainnya. Dan sekolah swasta harus menunjukkan kekhasan dan branding yang memicu orang tua atau siswa memilih sekolah tersebut menjadi pilihan untuk melanjutkan studi.
Tetapi, Ade beranggapan hal itu tidak dibarengi dengan bantuan baik fisik maupun non fisik secara adil antara Sekolah Negeri dan Swasta.
“Sekolah swasta dengan sumber pembiayaan rendah sulit bergerak mendandani sekolah. Suka tidak suka masyarakat juga tertarik dengan tampilan fisik sekolah serta fasilitas yang ditawarkan.”paparnya.
Sehingga Sekolah swasta sulit menarik perhatian karena tidak punya kekuatan finansial yang memadai. Apalagi dengan adanya kebijakan Pemprov Jabar agar ijazah tidak boleh ditahan. Dan ini merupakan permasalahan baru bagi sekolah swasta di era Gubernur sekarang banyak orang tua yang sudah tidak mengindahkan lagi bayar SPP dengan alasan nanti juga ijazah diserahkan.