“Ruang aman ini akan menjadi tempat singgah sementara bagi korban untuk mendapatkan konseling, pendampingan hukum, dan trauma healing,” ujar Imin.
Heni menyambut baik langkah itu. “Meski kecil, ini langkah awal yang berarti untuk memastikan korban benar-benar terlindungi,” katanya.
Solidaritas Perempuan untuk Perempuan
Kegiatan tersebut juga dihadiri Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, H. Wahid, S.Pd.I, yang memberikan apresiasi tinggi terhadap perjuangan Forum Puspa.
“Para kader Forum Puspa luar biasa. Mereka bergerak dari hati, membantu sesama di tengah kesibukan mereka sebagai ibu dan anggota masyarakat,” ucap Wahid.
Ia menilai perjuangan perempuan membantu perempuan lain adalah bentuk solidaritas sosial yang harus diikuti kebijakan publik nyata. Menurutnya, pencegahan kekerasan harus dimulai dari edukasi dan kesadaran masyarakat.
Kendala Kultural dan Tantangan Patriarki
Pegiat sosial dari Paguyuban Pegiat Disabilitas Tasikmalaya (Papeditas), Harniwan Obech, menyebut tantangan budaya di Tasikmalaya masih kuat.
“Nilai-nilai patriarki membuat perempuan sulit melapor. Mereka takut dianggap pembangkang atau mencoreng nama keluarga,” ujarnya.
Karena itu, pendekatan Forum Puspa bersifat persuasif dan berbasis empati, bukan konfrontatif. Mereka berbicara dengan bahasa masyarakat, agar korban merasa diterima dan tidak dihakimi.
Gerakan yang Edukatif dan Berkelanjutan
Forum Puspa juga aktif melakukan edukasi ke sekolah, kampung, dan majelis taklim, mengajarkan pentingnya kesetaraan gender, komunikasi sehat dalam keluarga, serta hak anak dan perempuan. Mereka membangun jejaring lintas sektor dengan kepolisian, dinas sosial, hingga lembaga hukum agar penanganan korban lebih cepat dan terpadu.
“Kami ingin korban tahu bahwa mereka tidak sendirian. Ada yang siap mendengar, mendampingi, dan membela,” ujar Heni.
Menuju Kota Ramah Perempuan dan Anak
Di akhir kegiatan, Heni menyampaikan harapan besarnya: “Kami ingin Tasikmalaya dikenal bukan hanya sebagai Kota Santri, tapi juga Kota Ramah Perempuan dan Anak.”
Perjalanan menuju cita-cita itu memang panjang. Namun, langkah-langkah kecil seperti pelatihan paralegal membuktikan bahwa perubahan bisa dimulai dari kepedulian.
Kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan sekadar masalah hukum, tapi masalah kemanusiaan yang memerlukan sinergi lintas bidang — hukum, psikologi, pendidikan, hingga ekonomi.
Forum Puspa menjadi bukti nyata bahwa empati bisa berubah menjadi kekuatan, dan kekuatan bisa menumbuhkan harapan baru bagi mereka yang pernah terluka.(***)

Comment